[hanomantoto]

TEMPO.CO, Jakarta – Penunjukan Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama dan Mochamad Iriawan sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) disinyalir melanggar regulasi. Musababnya, Simon dan Iwan Bule, julukan Mochamad Iriawan adalah kader sekaligus pimpinan Partai Gerindra.

Iwan Bule menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra sejak 2023 dan Simon merupakan salah anggota dewan pembina tersebut. Berdasarkan laporan Koran Tempo terbitan Rabu, 6 November 2024, belum diketahui apakah keduanya sudah menanggalkan predikatnya sebagai orang partai.

Pun, susunan pengurus di laman resmi partainya Presiden Prabowo Subianto itu juga tidak mendetailkan daftar anggota dewan pembinanya. Di sisi lain, Permintaan konfirmasi oleh Tempo kepada Simon dan Iwan Bule tak direspons. Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad hingga berita ini diturunkan, juga tidak menjawab pertanyaan Tempo.

Lantas aturan apa yang dilanggar terkait penunjukan ini?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, direksi BUMN dilarang menjadi menjadi pengurus partai politik.

“Anggota direksi dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah, dan/atau kepala/wakil kepala daerah,” demikian bunyi Pasal 22 ayat 1 yang mengatur larangan tersebut.

Larangan direksi BUMN dari partai politik dalam beleid ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara. Tak hanya anggota direksi BUMN, regulasi ini juga melarang komisaris BUMN menjadi pengurus partai politik.

“Bukan pengurus partai politik, calon anggota legislatif, dan/atau anggota legislatif pada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,” bunyi Pasal 18 ayat 1a soal pengangkatan anggota Dewan Komisaris.

Tak hanya melanggar regulasi, penujukan dua orang elite politik di lingkaran Presiden Prabowo ini juga dinilai berisiko kian memperbesar konflik kepentingan. Pendapat ini diungkapkan oleh Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar. Penunjukan orang partai sebagai pimpinan Pertamina disebutnya sebagai kemunduran.

“Ini langkah mundur dalam upaya menciptakan BUMN yang kompetitif dan berdaya saing di tingkat global,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 5 November 2024.

Terlebih, kata dia, kursi komisaris utama dan direktur utama tersebut diduduki oleh kader dari partai yang sama. Menurut Media, hal ini akan berakibat pada kurangnya obyektivitas, sehingga pengawasan internal melemah. Kondisi ini juga bisa menggeser fokus perusahaan menjadi agenda politik, yang dapat merugikan kinerja perusahaan dan keberlanjutan perusahaan.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | RIANI SANUSI PUTRI | KORAN TEMPO



hanomantoto