Pakar Hukum Tata Negara UGM Usul Bawaslu Diberi Kewenangan seperti KPK, Ini Alasannya
[hanomantoto]
TEMPO.CO, Jakarta – Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona mengusulkan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu diberikan kewenangan penyidikan hingga penuntutan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menuntaskan perkara pidana pemilu.
“Desain itu perlu dibuat kalau kita mau betul-betul menata penegakan hukum pemilu,” kata Yance di Kampus UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis, 7 November 2024.
Yance menilai penanganan laporan perihal pidana pemilu, seperti politik uang, selama ini kerap berhenti di tengah jalan karena Bawaslu memiliki sejumlah keterbatasan, salah satunya terkait dengan aspek pembuktian.
Demikian pula, kata dia, sentra penegakan hukum terpadu (Sentra Gakkumdu) yang terdiri dari Bawaslu, kejaksaan, dan kepolisian, belum efektif menangani perkara pidana pemilu karena waktu penanganan laporan relatif singkat.
“Polisi yang terlibat di dalam Sentra Gakkumdu bisa jadi juga punya pekerjaan-pekerjaan lain yang dia lakukan,” ujarnya.
Dia menilai desain semacam itu tidak ideal sehingga diperlukan perombakan untuk memperkuat penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu. Dengan desain kewenangan laiknya lembaga antirasuah, Yance menuturkan nantinya Bawaslu dapat merekrut penyidik dari unsur kepolisian menjadi bagian tak terpisahkan dari lembaga independen itu.
“Tapi mesti dipikirkan apakah (kewenangan) ini akan berhenti sampai pada penyelidikan dan penyidikan atau sampai juga penuntutan. Kalau di KPK kan sampai penuntutan,” ujar dia.
Dengan sistem yang terbangun seperti di KPK, dia meyakini Bawaslu akan serius melakukan tindakan pro justitia (demi hukum) untuk mengungkap setiap pelanggaran pidana pemilu.
Sama halnya KPK dalam operasi penindakan suap yang umumnya menyasar para pejabat, menurut Yance, Bawaslu pun memungkinkan menelusuri praktik suap peserta pemilu dalam bentuk politik uang demi meraup suara.
“Jadi kayak KPK-nya lah. Bahkan dia (Bawaslu) nanti bisa menyadap, kira-kira begitu,” ucapnya.
Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menyebutkan calon yang terbukti melakukan politik uang berdasarkan putusan Bawaslu provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.
Namun kendala dalam aspek pembuktian Bawaslu jarang menjatuhkan sanksi semacam itu. “Itu yang perlu dibenahi. Kalau itu dilakukan, saya yakin efeknya, hasilnya akan berbeda dengan yang ada sekarang,” kata Yance.
Meski demikian, Yance mengakui penguatan kewenangan penindakan pidana pemilu bisa maksimal apabila tugas Bawaslu yang sangat padat seperti saat ini dapat dirampingkan. Dia menyebutkan sekarang lingkup kewenangan Bawaslu sudah terlalu banyak.
“Dia (Bawaslu) melakukan edukasi pengawasan kepada publik, mengawasi penyelenggara, mengawasi peserta, mengawasi ASN (aparatur sipil negara) juga. Dia juga yang melakukan penanganan sengketa, termasuk terlibat kalau ada pelanggaran etik,” kata dia.
Pilihan editor: PPATK Ungkap Modus Pegawai Komdigi yang Diduga Terlibat Judi Online
Tinggalkan Balasan