[hanomantoto]

TEMPO.CO, Jakarta –  Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, melalui telepon pada Minggu, 3 November 2024 terkait upaya gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta situasi krisis di Sudan.

Keduanya membahas langkah-langkah untuk mencapai gencatan senjata segera di Gaza dan menangani kondisi kemanusiaan yang semakin buruk di sana, sesuai dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir. Abdelatty menegaskan kritik Mesir terhadap Israel yang menghalangi bantuan kemanusiaan dan menghambat operasi Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Ia juga menekankan pentingnya memperkuat Otoritas Palestina serta memperlakukan Tepi Barat dan Gaza sebagai wilayah Palestina yang terintegrasi guna mendukung tujuan akhir mendirikan negara Palestina.

Selain itu, Abdelatty dan Blinken membahas situasi politik dan keamanan di Lebanon. Abdelatty menyoroti perlunya upaya internasional untuk segera mencapai gencatan senjata di Lebanon, mengurangi ketegangan, menerapkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 secara penuh, dan menyediakan bantuan kemanusiaan bagi Lebanon yang tengah dilanda krisis parah.

Resolusi 1701, diadopsi pada 11 Agustus 2006, menyerukan penghentian permusuhan antara Lebanon dan Israel serta membentuk zona demiliterisasi antara Garis Biru dan Sungai Litani di Lebanon selatan yang dipatroli oleh Angkatan Darat Lebanon dan UNIFIL. Abdelatty mengecam pelanggaran Israel terhadap wilayah Lebanon dan serangan terhadap UNIFIL yang dianggap melanggar kedaulatan Lebanon dan hukum internasional.

Terkait isu internal Lebanon, Abdelatty menyoroti upaya Mesir untuk mengatasi kekosongan kursi kepresidenan di Lebanon, menekankan pentingnya pemilihan presiden tanpa campur tangan pihak luar. Parlemen Lebanon belum berhasil memilih presiden baru dalam 12 kali pemungutan suara sejak September 2022.

Kedua menteri juga menyoroti situasi yang semakin memburuk di Sudan serta upaya untuk mencapai gencatan senjata dan memastikan akses kemanusiaan. Abdelatty menggarisbawahi pentingnya mempertahankan lembaga negara Sudan, mendukung keutuhan wilayah Sudan, dan meningkatkan bantuan kemanusiaan.

Sejak konflik antara tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) meletus pada April 2023, lebih dari 20.000 orang tewas dan lebih dari 11 juta mengungsi, menurut PBB. Seruan internasional untuk mengakhiri konflik semakin mendesak, dengan jutaan orang menghadapi risiko kelaparan di 13 dari 18 negara bagian Sudan.



hanomantoto