Langkah Utama Pencegahan Stunting dan Anemia
[hanomantoto]
TEMPO.CO, Jakarta – Stunting dan anemia masih menjadi tantangan besar Indonesia dalam hal nutrisi. Hal ini tentu dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan. Menurut Data Studi Status Gizi Indonesia atau SSGI 2022 menunjukkan prevalensi stunting mencapai 21,6 persen, sementara Riskesdas 2018 mencatat 1 dari 3 anak Indonesia mengalami anemia.
Pakar Keamanan Pangan dan Nutrisi IPB, Ahmad Sulaeman, mengatakan kebutuhan gizi anak tidak dimulai sejak bayi tapi sejak dalam kandungan. Sebab itu, kecukupan gizi ibu hamil dapat menentukan anak yang lahir stunting atau tidak.
“Seorang ibu hamil harus mendapatkan gizi yang cukup, mulai dari protein, zat gizi makro, protein, asam lemak esensial untuk perkembangan otak, vitamin dan mineral,” katanya dalam Jelajah Gizi 2024, di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa, 4 November 2024.
Menurutnya, ada tiga hal untuk mencegah stunting, yaitu pola asuh, pola makan dan air bersih sanitasi. “Ibu hamil harus mendapatkan pengetahuan gizi yang cukup, tapi bukan hanya itu dia juga harus mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang ada,” ujarnya.
Ketersediaan air besih dan sanitasi juga tak kalah pentingnya, meskipun masih dianggap remeh. Sebab, air yang mengandung logam berat dan zat tercemar dapat mengganggu penyerapan zat besi. Sulaeman menambahkan kalau ketiga langkah pencegahan tersebut tidak diperhatikan permasalahan gizi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.
Sementara untuk pemilihan pangan, dia menyarankan untuk memanfaatkan sumber pangan lokal. Seperti ikan yang mengandung sumber protein dan asam lemak esensial omega 3 dan 6. “Bahkan seorang ibu harus mendapatkan ikan minimun seminggu 600 gram, tapi bukan hanya untuk kesehatan anak tapi juga mengatasi depresi,” ujarnya.
Pola makan baik asupan bervariasi
Sedangkan untuk mengatasi anemia pada anak, sangat penting untuk memastikan pola makan yang baik dengan asupan yang bervariasi diterapkan sedini mungkin. Khususnya di masa golden periode age, dua tahun pertama, kalau asupan zat gizi tidak terpenuhi dapat berdampak seumur hidup.
Menurut Ray Wagiu Basrowi, Medical & Science Director Danone Indonesia, periode setelah ASI eksklsuif atau enam bulan merupakan periode yang paing rentan mengalami kekurangan zat gizi, terutama zat besi.
“Lambung anak masih kecil, susah untuk mencerna banyak makanan, tapi di saat bersamaan kebutuhan zat besi bisa 11 kali lipat di antara 6-9 bulan, 9-12 bulan, karena kemampuan lambung masih kecil dibutuhkan teknologi pangan melalui asupan pangan yang difortisifkasi,” katanya.
Fortifikasi adalah tindakan memperkaya nutrisi yang ditambahkan ke dalam pangan tertentu untuk mendukung kita memenuhi nutrisi harian yang dibutuhkan oleh tubuh. Ray mencontohkan produk yang sudah teruji klinis diformulasi dengan zat besi atau kombinasi unik vitamin C atau IronC dapat memenuhi kebutuhan nutrisi harian anak serta membantu mencegah anemia.
Tinggalkan Balasan