[hanomantoto]

TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah berencana mempercepat pelarangan penggunaan air tanah, khususnya bagi masyarakat di wilayah DKI Jakarta.  Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo sebelumnya menyatakan bahwa aturan tersebut bakal diteken guna menangani masalah penurunan muka tanah yang saat ini telah terjadi cukup signifikan di wilayah pesisir Utara Jakarta.

Sebelum resmi melarang penggunaan air tanah, Kementerian Pekerjaan Umum bakal terlebih dahulu mempercepat pembangunan sarana dan prasarana yang bakal menunjang distribusi air bersih bagi masyarakat di Jakarta.

Menyikapi rencana tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan, pemerintah provinsi telah mendorong Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Jaya atau PAM Jaya menyediakan air bersih 100 persen untuk warga pada 2030. Rencana ini dituangkan dalam nota kesepakatan antara tiga menteri dan gubernur, serta masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) 

Menurut Teguh, rencana ini selaras dengan program global yakni Sustainable Development Goals (SDGs). “PAM Jaya pun dimandatkan untuk segera menyelesaikan pada tahun 2030, yaitu 100 persen pelayanan,” kata Teguh saat dihubungi Tempo, Kamis, 7 November 2024.  Saat ini masih ada 1,090 juta sambungan rumah yang masih belum terpasang. 

Teguh menambahkan, saat ini dalam proses untuk mengejar target 62 ribu sambungan baru sampai 2025. Pemerintah juga terus membangun sumber-sumber air, dengan dukungan Kementrian PUPR. Antara lain dengan tambahan air dari pipanisasi Air Jatiluhur dan Bendungan Karian di Banten.

Pemerintah, kata Teguh, telah membangun 3 WTP (Water Treatment Plant) baru di 3 titik, yaitu Buaran 3 berkapasitas 3.000 liter/detik, pesanggrahan 750 liter/detik dan Ciliwung 200 liter/detik. Sistem penyediaan air minum (SPAM) Buaran 3 akan selesai April 2025, SPAM Pesanggarahan Oktober 2025 dan SPAM Ciliwung pada 2026. Saat ini pipa distribusi dalam proses pengerjaan.

Menurut Teguh, meski telah berupaya menambah sambungan pipa baru, tapi akses air bersih dari PAM Jaya baru mencapai 69,3 persen. Wilayah yang belum mendapatkan akses air bersih terutama di daerah utara dan barat. “Ini disebabkan memang sebelumnya penyebaran pemasangan pipanisasi masih memerlukan tambahan sumber airnya yang belum mencukupi,” kata dia.

Teguh menyebutkan Pemprov DKI telah memiliki regulasi khusus terkait penggunaan air tanah. Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah. Sejak 1 Agustus 2023 sudah ada beberapa lokasi yang tidak boleh lagi menggunakan air tanah. Lokasi itu antara lain di Kawasan Sudirman dan Thamrin.



hanomantoto