Hakim Tegur Kuasa Hukum Dirut PT Timah yang Sebut Negeri Konoha dan Mulyono di Sidang Korupsi Timah
[hanomantoto]
TEMPO.CO, Jakarta – Kuasa hukum dari mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi menyebut negeri Konoha dan kepala negara Mulyono dalam sidang korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 6 November 2024.
Dia menyebut negeri Konoha saat memberikan ilustrasi atau gambaran soal sebuah negeri yang banyak sekali penambang liar. Selain negeri Konoha, kuasa hukum terdakwa juga menyebut nama ‘Mulyono’ yang diilustrasikan sebagai kepala negara di negeri Konoha tersebut.
Dalam sidang perkara korupsi PT Timah tersebut, dia juga mengatakan bahwa ada peran pemimpin dalam memberikan izin operasi tambang ilegal.
“Konon di suatu negara, negara Konoha, ada provinsi namanya Kedu Bagilan. Provinsi itu dihuni oleh banyak penambang liar, penambang ilegal, banyak sekalil. Hampir semua provinsi. Jadi satu provinsi itu hampir semuanya penambang liar. Kemudian tiba-tiba datanglah perusahaan milik negara, ingin juga nambang di situ. Geger lah di situ, geger, konflik antara warga dan perusahaan milik negara itu,” kata kuasa hukum Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 7 November 2024.
Majelis hakim langsung menegur kuasa hukum Mochtar Riza Pahlevi agar memberi ilustrasi tanpa perlu menggunakan suara yang keras. Hakim juga minta kuasa hukum terdakwa menyampaikan ilustrasi tanpa perlu bernada seperti mendongeng. “Tolong suaranya datar saja, pelan-pelan saja,” ucap hakim.
Meski telah ditegur, kuasa hukum Mochtar Riza tetap melanjutkan cerita ilustrasinya itu di dalam sidang. Dia mengatakan ingin mendapatkan penjelasan dari saksi ahli Hukum Administrasi Negara Bidang Hukum Lingkungan Hidup, Kartono, yang dihadirkan oleh jaksa di sidang korupsi timah.
“Yang penambang liarnya konflik sama perusahaan milik negara, yang perusahaan milik negara juga bingung mau diapain ini penambang liar. Syukur Alhamdulillah datang Bapak Kepala Negara, Pak Haji Mulyono datang ke provinsi sebut saja Provinsi Kedu Bagilan tadi itu,” ucap kuasa hukum.
“Banyak laporan kepada beliau, termasuk juga dari para bawahan, dari para penggowo, para pembantunya. Ini ilegal, ilegal, ilegal. Bapak Presiden, Pak Kepala Negara tadi itu kemudian bicara. Mereka itu rakyat saya, coba bikin yang ilegal itu menjadi legal untuk rakyat saya,” lanjut dia.
Setelah ada perintah dari kepala negara Mulyono itu, kata kuasa hukum terdakwa, dibuatlah aturan agar masyarakat yang semula melakukan pertambangan ilegal agar bisa bekerja sama dengan perusahaan milik negara tadi untuk melakukan tambang bersama-sama.
“Pertanyaan saya, apa iya Bapak Kepala Negara kemudian tidak tahu kalau itu penambangan ilegal? Lalu bagaimana status penambangan ilegal itu setelah bapak presiden itu menyuruh kepada perusahaan untuk membuat pembinaan kepada para penambang-penambang liar itu?” tanya kuasa hukum terdakwa.
Usai memberi ilustrasi tersebut, kuasa hukum Mochtar Riza bertanya pada saksi ahli, Kartono, apakah aturan untuk bekerja sama atau bermitra dengan penambang ilegal yang telah mendapat restu presiden dapat dipersalahkan.
Kartono, selaku saksi ahli menjawab, “kemitraan itu tetap penambangannya diberikan kepada yang memberi izin. Bukan yang ilegal ya. Bermitra itu tidak salah,” ucap Kartono.
Atas jawaban tersebut, kuasa hukum Dirut PT Timah itu bertanya kembali, “Menjadi terang buat kita, kemitraan tidak salah gitu. Karena memang takut betul itu perusahaan negara tadi tuh Pak. Kalau nggak pikir kemitraan, gimana pemerintahnya kepala negara itu? Pak Haji Mulyono, Presiden Republik Konoha,” kata dia.
Meski bermitra bukan kesalahan, saksi ahli Kartono mengatakan, operasi tambang tetap harus dilakukan oleh perusahaan milik negara yang telah diberi izin usaha pertambangan. “Izin itu diberikan untuk tujuan yang mulia. Itu terkait dengan syarat-syarat. Yang punya syarat dan izin ini, dia yang berhak melakukan penambangan. Yang ilegal tadi dirangkul. Penambangannya tetap dilakukan oleh yang punya izin, karena dia yang punya ilmunya,” kata Kartono.
Pilihan Editor: Ricuh di Kosambi Tangerang Buntut Truk Tanah Lindas Bocah 9 Tahun, Polisi Tangkap Sopir Truk
Tinggalkan Balasan