[hanomantoto]

TEMPO.CO, JakartaDonald Trump dari Partai Republik unggul dalam pemilihan presiden pada 5 November 2024, dibandingkan pesaingnya Kamala Harris dari Partai Demokrat. Salah satu faktor kemenangan Donald Trump adalah dukungan Arab Muslim di Amerika Serikat yang berpaling kepadanya setelah dua dekade mendukung Partai Demokrat.

“Tidak ada perang baru, nilai-nilai keluarga, bahan makanan terjangkau,” demikian bunyi brosur kampanye Donald Trump di Dearborn, Michigan, rumah bagi komunitas Arab-Amerika terbesar di Amerika Serikat.

Michigan, negara bagian yang menjadi penentu, menyaksikan Wakil Presiden Kamala Harris dan presiden terpilih saat ini Donald Trump berkampanye gencar untuk menarik 200.000 pemilih Muslim dan Arab Amerika di kota itu.

Pada akhirnya, Trump memenangkan negara bagian itu dengan lebih dari 84.000 suara, sebuah negara bagian yang dimenangkan Presiden Joe Biden dengan lebih dari 154.000 suara pada tahun 2020. Sebagian besar kemenangan Donald Trump berasal dari pemilih Arab Amerika dan Muslim.

Perang Israel Hamas Jadi Faktor Penentu

Salah satu faktor yang menentukan adalah bagaimana pandangan Arab Muslim Amerika Serikat tentang perang Israel di Gaza dibandingkan pemilih lainnya. Tim Trump menindaklanjuti data tersebut dan menggempur para pemilih Michigan keturunan Arab dan Muslim dengan pesan antiperang.

“Mengapa umat Islam mendukung Kamala Harris si Pendusta ketika dia mendukung orang yang sangat bodoh dan membenci Muslim, Liz Cheney,” tanya Trump, merujuk pada putri Dick Cheney, mantan Wakil Presiden di bawah Presiden George Bush yang membawa negara itu ke dalam perang di Irak dan Afghanistan.

“Ayahnya membawa perang dan kematian selama bertahun-tahun ke Timur Tengah. Dia membunuh banyak orang Arab, banyak sekali orang Arab dan Muslim,” kata Trump yang disambut dengan penuh kegembiraan.

“Komunitas Muslim Amerika dan Arab Amerika meninggalkan Kamala Harris secara berbondong-bondong. Sasaran kami adalah mengonsolidasikan semua suara kami di partai ketiga, dan kami sedang dalam perjalanan untuk mencapainya hingga minggu-minggu terakhir menjelang pemilihan,” kata Hudhayfah Ahmad dari kelompok kampanye Abandon Harris. Kelompok tersebut berfokus untuk meminta pertanggungjawaban pemerintahan Biden-Harris atas genosida yang sedang berlangsung di Gaza .

Jajak pendapat yang dilakukan pada akhir Oktober oleh Council on American-Islamic Relations (CAIR) menunjukkan bahwa 42 persen pemilih Muslim mendukung kandidat pihak ketiga Jill Stein sementara 41 persen mendukung Wakil Presiden Kamala Harris. Ini sangat kontras dengan tahun 2020 ketika jajak pendapat CAIR mengungkapkan 71 persen pemilih Muslim berencana untuk memilih Biden.

Pada tahun 2024, 98 persen Muslim yang disurvei mengatakan mereka tidak menyetujui cara Presiden Joe Biden menangani perang di Gaza.

Jumlah pemilih Muslim di AS diperkirakan lebih dari satu juta pemilih. Mereka membentuk blok pemilih yang cukup besar di Michigan, Pennsylvania, dan Georgia, yang sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan, termasuk Detroit dan Atlanta.

Stein, pemimpin Partai Hijau , yang memprioritaskan penghentian perang Israel di Gaza dan pendudukannya di Tepi Barat, memperoleh lebih dari 44.000 suara di Michigan dan lebih dari 600.000 suara secara nasional. Hasilnya tak cukup membendung kekalahan Harris. 

Kampanye Kamala Harris Membuat Pemilih Muslim Menjauh 

Namun, pada minggu-minggu terakhir, hasil Kampanye Abandon Harris menunjukkan bahwa pemilih Arab dan Muslim mungkin telah beralih ke Trump dan menjauh dari Stein. Menurut Ahmad, ada dua hal yang terjadi. “Pertama-tama, Kamala Harris memuji dukungan keluarga Cheney dan mulai berkampanye bersama mereka, yang membuat komunitas Arab dan Muslim marah,” ujarnya.

“Kemudian kampanye Trump-Vance meningkatkan retorika antiperang mereka dan berjanji kepada masyarakat yang sedang dilanda kesedihan dan kepedihan mendalam bahwa mereka akan segera bekerja untuk mengakhiri perang setelah menjabat,” kata Ahmad, merujuk pada perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza dan Lebanon.

“Kedua peristiwa ini secara bersamaan merusak rencana kami untuk mengkonsolidasikan suara protes anti-genosida di dalam partai ketiga,” kata Ahmad.

Tujuan dari kampanye ini adalah untuk meninggalkan partai yang telah mereka dukung dengan sangat besar selama dua dekade terakhir dan untuk mengkonsolidasikan suara kita di dalam partai ketiga, membuka jalan baru ke depan di luar duopoli yang ada,” kata Ahmad. “Kami berhasil mencapai tujuan pertama, tetapi gagal pada tujuan kedua.”

Kata-kata Donald Trump yaitu tidak akan memulai perang, namun menghentikan perang menjadi bagian dari pidato kemenangannya. Itulah janji yang diharapkan akan dipenuhi oleh masyarakat Arab dan Muslim. 

Menjelang tanggal 5 November, ada tanda-tanda bahwa kampanye Harris bergeser dari mengabaikan suara Arab dan Muslim menjadi secara aktif mengasingkannya. Tim kampanye Harris mengirim mantan Presiden Bill Clinton untuk mencaci-maki kaum Muslim di Michigan karena tidak mendukung Partai Demokrat. 

Ia kemudian menghadapi reaksi keras dari kaum Muslim dan Arab Amerika setelah mengklaim bahwa Israel “dipaksa” untuk membunuh warga sipil di Gaza dan menyatakan bahwa negara itu berada di Tanah Suci “pertama” sebelum Palestina.

Sebaliknya, pada akhir September, Trump mendapatkan dukungan dari Amer Ghalib , walikota Muslim Yaman-Amerika di Hamtramck, sebuah kota kecil di Michigan di luar Detroit, dengan populasi sekitar 30.000 jiwa, sebagian besar Muslim. Kesempatan berfoto dan dukungan tersebut juga melindungi Trump dari kritik baru yang terkait dengan masa jabatan pertamanya.

“Banyak pemilih yang bermigrasi ke Trump, terutama dalam komunitas Amerika Yaman,” kata Dawud Walid, Direktur Eksekutif CAIR cabang Michigan.

“Mereka melihat pemungutan suara untuk Trump sebagai cara yang lebih efektif untuk mengirim pesan kepada Demokrat daripada memilih pihak ketiga,” kata Walid.

Donald Trump pada Sabtu, 9 November memenangkan negara bagian Arizona dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) mengalahkan pesaingnya dari kubu Demokrat, Kamala Harris. Perolehan itu sekaligus keberhasilan kubu Republik merebut negara bagian penentu terakhir yang sebelumnya dimenangkan Demokrat pada 2020.

Dengan tambahan 11 suara elektoral dari Arizona, Trump, dari Partai Republik, saat ini telah mengamankan total 312 suara elektoral. Harris memperoleh 226 suara elektoral. Pada pemilu 2020, Presiden Joe Biden memenangkan negara bagian kunci ini yang sebelumnya dimenangkan Trump pada 2016.

Pilihan editor: Qatar Mundur Sementara dari Tim Mediasi Gencatan Senjata Perang Gaza



hanomantoto