[hanomantoto]

TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian menyoroti soal ribuan liter susu sapi hasil peternakan lokal yang terpaksa terbuang. Menurut dia, hal itu terjadi karena tidak berjalannya kemitraan antara peternak sapi perah dan perusahaan pengolah susu sesuai aturan.  

“Fakta di lapangan menujukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20 persen dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu,” ujar Eliza kepada Tempo, Ahad, 10 November 2024. 

Sebelumnya juga ramai beredar di media massa aksi seorang peternak lokal asal Pasuruan, Jawa Timur membuang susu hasil produksinya. Hal ini karena industri tidak lagi mau menggunakan susu yang diproduksi petani lokal. Padahal susu segar itu sudah diproduksi dalam jumlah banyak dan hanya bisa bertahan selama 48 jam. 

Padahal pemerintah sebetulnya telah memiliki aturan agar perusahaan suhu bekerjasama dengan koperasi peternak rakyat. Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 33/PERMENTAN/PK.450/7 Tahun 2018 Tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. 

Berdasarkan beleid itu, pelaku usaha yang memiliki pengolahan susu atau yang bekerja sama dengan pelaku usaha yang memiliki pengolahan susu, harus bermitra dengan peternak lokal. Namun, tutur Eliza, pelanggaran terus terjadi karena pemerintah tiak betul-betul mengawasi kemitraan ini. 

Menurut Eliza, selama ini tidak ada penegakan hukum yang tegas kepada perusahaan yang tidak patuh pada regulasi tersebut. Ia berpendapat semestinya aturan itu dipertegas dan ditegakkan skema penghargaan dan hukuman (reward and punishment) jika perusahaan tidak menjalankan amanah tersebut. 

Eliza juga menekankan, seharusnya hal ini tidak terjadi lantaran rendahnya produktivitas peternak skala kecil. Ia membeberkan produksi susu dalam negeri hanya mampu mememuhi sekitar 21 persen kebutuhan dalam negeri. Sekitar 79 persen dari kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi dari impor.



hanomantoto