[hanomantoto]

TEMPO.CO, Jakarta – Nilai tukar rupiah diprediksi masih akan melemah pada perdagangan besok, Kamis, 7 November 2024. Pergerakan kurs dipengaruhi pandangan pasar, khususnya setelah Donald Trump unggul dari Kamala Harrris dalam pemungutan suara awal pemilihan umum Amerika Serikat.

Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah melemah 84 poin ke level Rp 15.832 per dolar AS. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memprediksi depresiasi kurs bakal berlanjut. “Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 15.820 – 15.920 per dolar,” kata dia dalam analisis rutinnya, Rabu, 6 November 2024. 

Ibrahim mengatakan pasar bersiap untuk masa jabatan kedua Trump yang diperkirakan menyebabkan suku bunga tetap tinggi dan dolar tetap kuat. “Serta kembali melonjaknya imbal hasil treasury (obligasi AS),” ujarnya.

Penghitungan suara awal menunjukkan Trump unggul dengan 230 suara elektoral, sementara Harris unggul di 192 suara. Calon presiden dari Partai Republikan itu diproyeksi bakal menerapkan lebih banyak kebijakan inflasi, karena pendiriannya tentang perdagangan proteksionis dan imigrasi. Skenario seperti itu diperkirakan akan membuat suku bunga relatif lebih tinggi dalam jangka panjang.

Donald trump disebut bakal menghadirkan lebih banyak tekanan ekonomi pada Cina. Termasuk mengenakan tarif perdagangan yang tinggi yang menekan negara tersebut. Namun hasil pemilu belum pasti karena penghitungan suara masih berlanjut. Pekan ini pelaku pasar juga memperhatikan pertemuan bank sentral Amerika atau The Fed yang diperkirakan akan memangkas suku bunga 25 basis poin.

Dalam rapat dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat hari ini, Gubernur BI, Perry Warjiyo, juga menyoroti dampak pemilu AS. Dia mengatakan Trump unggul pada hasil penghitungan sementara. Ini menyebabkan mata uang dolar akan semakin kuat dan suku bunga AS akan tetap tinggi. “Tentu saja perang dagang juga masih terus berlanjut,” ujarnya.

Dinamika ini, kata Perry, bakal berdampak pada seluruh negara, termasuk Indonesia. Ia menambahkan hal tersebut bisa menyebabkan tekanan pada nilai tukar, arus modal dan ketidakpastian di pasar keuangan.



hanomantoto