Kasus Pencurian Sepeda Motor di Blora Diselesaikan Melalui Mekanisme Restorative Justice
[hanomantoto]
TEMPO.CO, Jakarta – Kejaksaan Agung menyetujui sepuluh permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice. “Salah-satunya perkara pencurian motor untuk pengobatan anak di Blora, Jawa Tengah,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Rabu, 6 November 2024.
Perkara tersebut menjerat Suparno alias Gondes bin Karso Lanjar. Harli menyebut Suparno ditangkap polisi karena mencuri sepeda motor. Pencurian itu dilakukan pada 21 Agustus 2024.
Menurut Harli, saat itu Suprano sedang berjalan kaki di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Ia melihat sepeda motor Honda Supra Fit hitam dengan nomor polisi K 6269 DE terpakir di lahan kosong. Suparno tergoda mencuri kendaran itu karena kunci sepeda motor masih menempel.
Suparno menggunakan sepeda motor curian itu untuk berjualan pentol. Ia sangat bergantung pada pekerjaan ini untuk menafkahi keluarganya. Anaknya diketahui mengidap hidrosefalus.
Iklan
Atas dasar itu Kepala Kejaksaan Negeri Blora M. Haris Hasbullah menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. “Sudah diajukan pengajuan permohonan penghentian penuntutan. Permohanannya disetujui 6 November 2024,” kata Harli.
Selain kasus Suparno, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum juga menyetujui sembilan perkara untuk diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Sembilan perkara itu adalah :
- Andhika Rizki Rifaldhi bin Sartono Kejaksaan Negeri Surakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Helmi Setiawan bin Jumanto dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Rudiyanto bin Toharjo, Satriat als Sarengat bin Arbani, Dawa al Afif bin Nurrohim, dan Ardy Irawan alias Ardy Kentung bin Jumadi dari Kejaksaan Negeri Batang Hari, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
- Rustam bin M. Tawi (alm) dari Kejaksaan Negeri Merangin, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Muhamad Yasin als Pitung bin (alm) Eman dari Kejaksaan Negeri Cilegon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- AGT, AL, dan JML (anak) dari Kejaksaan Negeri Lamandau, yang disangka Pasal 353 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 351 Ayat (1) tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
- W alias D (anak) dari Kejaksaan Negeri Palangkaraya, yang disangka Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiyaan.
- Romi Thaher dari Kejaksaan Negeri Seruyan, yang disangka Pasal 310 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Yuni Akhridatani binti Sukur dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau Pasal 362 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
Harli menjelaskan, Kejaksaan mengabulkan pemberhentian penuntutan karena telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban. Selain itu para tersangka belum pernah dihukum sebelumnya dan ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun. “Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” ujar dia.
Tinggalkan Balasan