[hanomantoto]

TEMPO.CO, Jakarta – Sejarawan Peter Carey menyampaikan alasannya membuka kasus plagiarisme yang dilakukan tim penulis Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada terhadap karyanya yang berjudul ‘Kuasa Ramalan’.

Plagiarisme ini mulai ramai diperbincangkan pada 2 November 2024, setelah Peter mengunggah komentar di status Facebook sejarawan Universitas Padjajaran, Fadly Rahman.

Dalam status tersebut, Fadly menceritakan pengalamannya ketika menangkap basah plagiator karyanya di sebuah konferensi. Pengalaman Fadly menjadi pemantik bagi Peter untuk menceritakan pengalaman pribadinya.

“Saya punya pengalaman yang serupa dengan dia, dibajak,” kata Peter saat ditemui Tempo di sebuah kedai kopi di kawasan Tangerang Selatan, Banten, Kamis, 7 November 2024. Meski demikian, Peter tidak mau menyebutkan secara langsung siapa pihak yang memplagiasi karyanya. Ia hanya menyebutkan sebuah kampus mentereng di selatan Jawa Tengah. 

Berawal dari situ, warganet akhirnya menemukan dua buku yang diduga menjiplak karya Peter, yaitu ‘Madiun: Sejarah Politik dan Transformasi Kepemerintahan Abad XIV hingga Awal Abad XXI’ dan ‘Raden Rangga Prawiradirja III, Bupati Madiun, 1796-1811′.

Kedua buku ini merupakan kerja sama antara UGM dengan pemerintah daerah Madiun yang diterbitkan pada 2017-2018, dengan melibatkan lima orang dosen sebagai penulis yaitu Sri Margana, Agus Suwignyo, Baha’Uddin, Abdul Wahid, dan Uji Nugroho.

Peter sendiri sebenarnya sudah mengetahui plagiarisme tersebut sejak akhir 2019. Kemudian pada Februari 2020, Kepustakaan Populer Gramedia selaku penerbit ‘Kuasa Ramalan’ melakukan mediasi antara Peter dengan tim UGM.

Menurut Peter, hasil mediasi tersebut tidak memuaskan. Tim UGM, kata Peter, menyangkal plagiarisme dan mengatakan kedua buku yang sudah dicetak tersebut merupakan versi dummy. 

Peter mengatakan sempat menghubungi Heddy Ahimsa-Putra yang pada saat itu menjabat Ketua Senat Akademik FIB UGM. Ia juga menghubungi Setiadi, yang hadir pada saat mediasi dan sekarang menjabat sebagai Dekan FIB UGM. “Tapi tidak ada balasan. Saya menjadi muak,” kata dia. 

Peter pun menyayangkan bagaimana UGM menyikapi plagiarisme. “Kalau institusi akademik dikelola dengan baik, ini tidak akan terjadi. Ini memberi reputasi buruk bagi Indonesia,” ujar dia. 

Salah satu penulis, Sri Margana, membantah tuduhan plagiarisme yang dilayangkan Peter. “Masalah ini sudah diselesaikan oleh pihak KPG yang membentuk tim investigasi dan menyimpulkan karya kami clear dari tuduhan itu,” kata Margana melalui akun X @margana_s pada Ahad, 3 November 2024.

Dalam keterangan resminya, Setiadi mengatakan telah membentuk tim untuk mendalami tuduhan yang sudah ramai di media sosial. “Dekan FIB UGM membentuk tim untuk mendalami tuduhan itu dan hasilnya akan disampaikan dalam waktu secepatnya,” kata Setiadi dikutip dari laman UGM pada Senin, 4 November 2024.



hanomantoto