Benarkah Tom Lembong Ambil Kebijakan Impor Gula Ketika Surplus?
[hanomantoto]
TEMPO.CO, Jakarta – Kejaksaan Agung telah menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan di era Presiden Joko Widodo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait kebijakan impor gula.
Kasus ini berawal dari penerbitan izin impor gula kristal mentah yang diberikan kepada PT Angels Products pada 2015-2016. Menurut keterangan kejaksaan, izin impor tersebut diduga diberikan saat produksi gula nasional berada dalam posisi surplus, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp 400 miliar.
Keputusan untuk memberikan izin impor ini dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dengan indikasi adanya suap yang mengalir ke pihak-pihak tertentu dalam proses perizinan.
Tom Lembong Bantah Klaim Surplus Gula
Menanggapi tuduhan ini, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyatakan bahwa kliennya tidak bersalah dan menyangkal keras klaim yang menyebutkan bahwa impor dilakukan saat kondisi surplus.
Dalam konferensi pers, Ari menyampaikan bahwa data yang menyatakan adanya surplus gula saat itu adalah tidak akurat. Menurutnya, Indonesia justru mengalami defisit gula, yang menjadi dasar kebutuhan untuk impor guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kaitan surplus pada waktu itu, itu salah data waktu itu. Data yang benar kita tidak pernah surplus dalam masalah gula, itu informasi yang salah. Itu bisa dicek datanya,” kata Ari dalam konferensi pers di Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin, 4 November 2024.
Ia juga menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada temuan kerugian negara yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kebijakan impor yang dilakukan selama periode jabatan Tom Lembong. Ari berharap publik tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum ada bukti konkret yang menguatkan tuduhan tersebut.
Impor Gula di Masa Mendag Lain
Selain Tom Lembong, sejumlah Menteri Perdagangan lainnya juga mengambil kebijakan impor gula selama masa jabatannya. Mendag tersebut termasuk Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi, dan Zulkifli Hasan.
Bahkan, beberapa dari mereka diketahui menerapkan kebijakan impor dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan pada masa kepemimpinan Tom Lembong. Hal ini memicu perdebatan di masyarakat, apakah impor gula yang dilakukan Tom merupakan praktik yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan, atau memang terdapat pola penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Kejaksaan Agung saat ini masih melakukan pendalaman terkait kasus ini, yang tidak menutup kemungkinan bahwa akan ada nama-nama lain yang turut terseret seiring berkembangnya penyelidikan.
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Tom Lembong ini tentu menjadi sorotan publik, terutama terkait bagaimana kebijakan impor yang seharusnya dilandasi oleh kebutuhan masyarakat dapat disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Beberapa pakar ekonomi mengungkapkan bahwa kasus ini bisa berdampak pada kebijakan impor di masa depan, dengan menuntut adanya transparansi yang lebih baik serta pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah. Mereka berpendapat bahwa pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan seperti ini tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, melainkan benar-benar didasarkan pada kebutuhan yang objektif.
Kasus ini juga mengingatkan masyarakat bahwa praktik korupsi dalam sektor pangan dapat merugikan banyak pihak, termasuk petani lokal yang terdampak oleh persaingan harga dengan produk impor.
Di sisi lain, Tom Lembong menyatakan akan kooperatif selama proses hukum berlangsung untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ia berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan adil, serta tidak ada intervensi dari pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan di luar substansi kasus.
PUTRI SAFIRA PITALOKA | SHARISYA KUSUMA RAHMANDA | SULTAN ABDURRAHMAN | SRI DWI APRILIA
Pilihan editor: Tom Lembong Layangkan Praperadilan: Membedah Anatomi Suatu Gugatan Praperadilan
Tinggalkan Balasan