5 Persaingan Tersengit dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat, Termasuk Donald Trump Vs Kamala Harris?
[hanomantoto]
TEMPO.CO, Jakarta – Donald Trump kembali ke Gedung Putih setelah memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2024, mengalahkan lawannya dari Partai Demokrat, Kamala Harris.
Kemenangan Trump, yang diumumkannya dalam pidato kemenangan di Florida pada Selasa malam, didukung oleh keberhasilannya merebut kendali di tujuh negara bagian swing atau “purple states.” Negara-negara bagian ini dikenal sebagai penentu, di mana hasil akhirnya dapat berayun ke Partai Republik atau Demokrat.
Menurut Fox News, pada Kamis, 7 November 2024 Trump meraup 295 elektoral dibandingkan Harris yang 226 elektoral. Kontestasi Donald Trump Vs Kamala Harris menjadi salah satu persaingan tersengit dalam Pilpres AS, terutama saat kampanye berlangsung.
Dalam sejarah AS, terdapat beberapa pemilihan presiden yang begitu sengit hingga hasilnya baru dipastikan setelah melalui proses panjang. Berikut adalah lima persaingan paling sengit yang pernah terjadi dalam sejarah pemilihan presiden AS, masing-masing dengan kisah dan tantangan uniknya, dilansir dari britannica.com.
1. George W Bush vs Al Gore (2000)
Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2000 antara George W. Bush dan Al Gore juga menjadi pemilu paling kontroversial dalam sejarah AS. Beberapa hari sebelum pemilihan, hasil survei menunjukkan bahwa hasil pemilu sangat sulit diprediksi. Setelah pemungutan suara selesai, fokus segera tertuju pada negara bagian Florida yang menjadi penentu kemenangan di Electoral College.
Penghitungan suara di Florida diwarnai dengan ketidakkonsistenan, termasuk kesalahan dalam kartu suara yang menyebabkan hasil menjadi sangat tipis. Al Gore yang kalah tipis di Florida, meminta penghitungan ulang.
Proses penghitungan ulang ini akhirnya dibawa ke Mahkamah Agung AS yang memutuskan untuk menghentikan penghitungan ulang dan menyerahkan kemenangan kepada Bush. Bush memenangkan 271 suara elektoral sementara Gore memperoleh 266 suara, tetapi Gore sebenarnya memenangkan suara rakyat dengan selisih sekitar 500.000 suara.
2. John F Kennedy vs Richard Nixon (1960)
Pemilihan presiden 1960 antara John F. Kennedy dan Richard Nixon dianggap sebagai salah satu persaingan politik yang paling ketat di abad ke-20. Kennedy, seorang senator muda dari Massachusetts, menghadapi Nixon yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Dwight D. Eisenhower.
Dukungan untuk kedua kandidat begitu berimbang dan Gallup Poll menunjukkan bahwa keduanya sama-sama mengantongi 47 persen dukungan dari publik. Setelah pemungutan suara selesai, hasilnya menunjukkan Kennedy memenangkan suara rakyat hanya dengan selisih sekitar 120.000 suara dari total 68,8 juta suara.
Di Electoral College, Kennedy memperoleh 303 suara dibandingkan dengan Nixon yang hanya meraih 219 suara.
3. James A. Garfield vs Winfield Scott Hancock (1880)
Pemilihan presiden 1880 adalah salah satu persaingan paling ketat dalam sejarah AS yang mempertemukan James A. Garfield dari Partai Republik dan Winfield Scott Hancock dari Partai Demokrat.
Partai Republik pada saat itu terpecah dalam tiga faksi yang bersaing ketat dan Garfield yang awalnya tidak mencalonkan diri, akhirnya terpilih sebagai kandidat partai setelah 36 putaran pemungutan suara di Konvensi Nasional Republik.
Dalam pemilihan umum, Garfield menghadapi Hancock, seorang jenderal Perang Saudara yang dihormati. Pertarungan mereka sangat ketat, dengan Garfield hanya unggul sekitar 7.368 suara dari total suara rakyat.
Dalam Electoral College, Garfield mengantongi 214 suara sementara Hancock mendapatkan 155 suara. Meskipun ada beberapa skandal pribadi yang menyerang Garfield, ia berhasil mengatasi kontroversi tersebut dan meraih kemenangan.
4. Rutherford B. Hayes vs Samuel J. Tilden (1876)
Rutherford B. Hayes, calon dari Partai Republik, berhadapan dengan Samuel J. Tilden, seorang gubernur dari New York yang mewakili Partai Demokrat. Hayes memenangkan nominasi partainya setelah tujuh putaran pemungutan suara di konvensi partai, tetapi ia menghadapi tantangan besar karena Partai Republik tercemar oleh berbagai skandal dalam pemerintahan Presiden Ulysses S. Grant.
Penghitungan suara dipenuhi dengan berbagai ketidakberesan dan dugaan kecurangan di beberapa negara bagian yang menyebabkan hasil akhir tertunda. Dengan selisih yang sangat tipis, pemilu ini hampir memicu krisis nasional dan menyebabkan ketegangan yang tinggi di seluruh negeri.
Pada akhirnya, pemilu diselesaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dua hari sebelum pelantikan presiden dan Hayes memenangkan Electoral College hanya dengan selisih satu suara. Tilden, meskipun menang dalam suara rakyat dengan selisih sekitar 250.000 suara, kalah di Electoral College.
5. John Quincy Adams vs Andrew Jackson (1824)
Pemilihan Presiden AS 1824 memiliki keunikan tersendiri karena melibatkan lima kandidat, di antaranya John Quincy Adams dan Andrew Jackson. Pada saat itu, pemilihan presiden lebih ditentukan oleh popularitas regional daripada afiliasi partai.
Jackson memenangkan suara rakyat dengan selisih yang cukup besar dari Adams dengan 152.901 suara dibandingkan 114.023 suara yang diperoleh Adams. Namun, Jackson tidak berhasil memenangkan mayoritas suara di Electoral College.
Sesuai dengan Amandemen Kedua Belas, ketika tidak ada kandidat yang meraih mayoritas suara di Electoral College, keputusan akhir ada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Proses ini memicu negosiasi dan lobi intensif yang akhirnya berujung pada kemenangan Adams dengan dukungan mayoritas sederhana di DPR.
Para pendukung Jackson sangat marah dengan hasil ini, merasa bahwa kemenangan telah dicuri dari tangan mereka melalui manipulasi politik. Pemilu ini menciptakan ketegangan dalam politik AS dan menyoroti kelemahan dalam sistem Electoral College.
MICHELLE GABRIELA | REUTERS | HINDUSTAN TIMES | FOX NEWS
Tinggalkan Balasan